Teorema Steiner

Teorema Steiner

Berbicara mengenai garis singgung lingkaran, terdapat dua teorema yang mempunyai bentuk persamaan relatif sama.

Perbedaan Teorema Pitot dan Steiner

Teorema paling atas adalah Teorema pitot yang berdasarkan catatan sejarah pertama kali dibuktikan oleh Henri Pitot pada Tahun 1725 melalui memoarnya. Sedangkan dibawahnya adalah Teorema yang diperkenalkan oleh Jacob Steiner dan kita akan mempelajarinya lebih lanjut.

Teorema Steiner pada Garis Singgung Lingkaran

Ilustrasi Teorema Steiner

Teorema Steiner berbunyi dalam segiempat garis singgung ABCD (lingkaran di luar) berlaku :

Pembuktian

Untuk membuktikannya, pertama kita bagi menjadi tiga kasus :

Kasus 1 (ABCD Segiempat Konveks)

Kasus Segiempat Konveks

Kita definisikan titik P, Q, R dan S berturut-turut adalah titik singgung pada garis AB, CD, BC dan AD.

Berdasarkan sifat garis singgung pada lingkaran, kita punya :

  • AP = AS
  • BP = BR
  • CQ = CR
  • DQ = DS

Kita tahu bahwa

\((AP – BP) – (DQ – CQ) = AB – CD\dots (i)\)

Dilain pihak, dengan mensubstitusikan persamaan (i),(ii),(iii) dan (iv) kita dapatkan :

$$\begin{aligned}(AP-BP)-(DQ-CQ)&= (AS-BR)-(DS-CR)\\&= (AS-DS)-(BR-CR)\\&=AD-BC\dots(ii)\end{aligned}$$

Sehingga dari persamaan (i) dan (ii) diperoleh AB – CD = AD – BC.

Kasus 2 (ABCD Segiempat Konkaf)

Kasus Segiempat Konkaf

Titik P, Q, R dan S berturut-turut adalah titik singgung pada garis AB, BC, CD dan AD.

Dengan menggunakan sifat garis singgung lingkaran diperoleh :

  1. AP = AS
  2. BP = BQ
  3. CQ = CR
  4. DR = DS

Kita lakukan operasi persamaan (1) – (2) – (3) -(4) kita punya :

$$\begin{aligned}(AP-BP)-(CR+DR)&= (AS-BQ)-(CQ-DS)\\&=(AS-DS)-(BQ+CQ)\\&=AD-BC\dots(ii)\end{aligned}$$

Jadi didapatkan AB – CD = (AP – BP) – (CR + DR) = AD- BC.

Kasus 3 (ABCD Segiempat Refleks)

Kasus Segiempat Refleks

Titik P, Q, R dan S berturut-turut adalah titik singgung pada garis AB, AD, BC dan CD.

Masih menggunakan analogi yang sama pada kasus sebelumnya, dimana kita gunakan sifat dasar garis singgung lingkaran sehingga kita peroleh hubungan sebagai berikut :

  1. AP = AQ
  2. BP = BR
  3. CS = CR
  4. DS = DQ

Sehingga dengan melakukan operasi persamaan ((2) – (1)) – ((4) – (3)) kita dapatkan

$$\begin{aligned}(BP-AP)-(DS-CS)&= (BR-AQ)-(DQ-CR)\\&=(BR+CR)-(AQ+DQ)\\&=BC-AD\dots(ii)\end{aligned}$$

Dilain pihak, kita tahu bahwa (BP – AP) – (DS – CS) = AB – CD

Sehingga AB – CD = BC – AD.

Kesimpulan

Dari kasus 1 sampai kasus 3, dapat disimpulkan bahwa dalam segiempat garis singgung (lingkaran di luar) berlaku selisih panjang sisi yang berhadapan sama dengan selisih pasangan sisi yang berhadapan lainnya. Atau dengan kata lain jika kita punya segiempat garis singgung ABCD (lingkaran diluar) maka berlaku :

  • Jika ABCD segiempat konveks maka AB – CD = AD – BC
  • Jika ABCD segiempat konkaf maka AB-CD = AD – BC
  • Jika ABCD Segiempat refleks maka AB – CD = BC – AD
Garis Singgung Lingkaran

Garis Singgung Lingkaran

Dalam kehidupan nyata apabila ada dua objek padat saling bersinggungan maka kedua objek tersebut akan mempunyai area singgungan yang sama. Contohnya ketika kita menggunakan stempel untuk memberikan tanda tertentu di secarik kertas. Maka sewaktu stempel bersentuhan dengan kertas akan meninggalkan tanda di kertas yang sesuai permukaan stempel tersebut.

Ilustrasi Benda Bersinggungan

Hal tersebut sebelas-dua belas di dunia matematika, salah satunya dalam geometri euclid \(\mathbb{R}^{2}\). Jika dua objek berbeda saling bersinggungan di satu atau banyak titik dan kita tandai area singgungannya, maka kedua objek tersebut akan memiliki area singgung yang sama. Lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.

Ilustrasi Bangun Datar yang Saling Bersinggungan

Pada kotak biru pertama menunjukkan persinggungan antara segitiga dengan sebuah garis dengan area singgungnya berupa ruas garis (merah). Kemudian pada kotak biru di bawahnya menunjukkan persinggungan antara lingkaran dan segiempat yang saling menyinggung di empat titik (merah).

Nah, sekarang bagaimana jika objek yang bersinggungan tersebut adalah garis lurus dan lingkaran ? Mari kita cari tahu lebih lanjut ^^

Definisi

Secara sederhana, Garis Singgung Lingkaran adalah garis yang menyentuh lingkaran tepat di satu titik.

Menentukkan Garis yang Merupakan Garis SInggung Lingkaran

Pada gambar di atas, garis merah termasuk garis singgung lingkaran. Sedangkan garis biru dan hijau tidak termasuk, karena tidak menyinggung lingkaran tepat di satu titik.

Catatan : Hati-hati dengan perbedaan segmen garis dan garis. Segmen garis atau ruas garis dapat menyinggung lingkaran di dua titik yang biasa disebut tali busur, contohnya dapat dilihat pada gambar sebelumnya.

Jenis Garis Singgung pada Dua Lingkaran

  1. Garis Singgung bersama Luar
  2. Garis Singgung bersama Dalam

Animasi Cara Melukis Garis Singgung Lingkaran

Sifat-Sifat Garis Singgung

Sifat-sifat garis singgung lingkaran berikut berguna untuk membantu membuktikan kebenaran teorema dan juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah tertentu.

Perhatikan gambar berikut.

Ilustrasi dari Sifat-1

Jika AC dan BC masing-masing merupakan garis singgung lingkaran dan berpotongan di titik C maka berlaku sifat 1, 2 dan 3 sebagai berikut:

Sifat 1

Antara jari-jari OA dan garis singgung AC yang berpotongan di titik A membentuk sudut siku-siku. Demikian pula antara jari-jari OB dan garis singgung BC berpotongan di titik B membentuk sudut siku-siku.

Bukti :
Kita akan membuktikan OA tegak lurus dengan AC dengan hukum kontradiksi (negasi).

Asumsikan OA dan OC tidak tegak lurus, maka terdapat titik P di garis AC dimana OP tegak lurus OA. Kemudian kita pilih titik Q pada garis AC sehingga PA = PQ dengan A \(\neq\) Q. (berikut ilustrasinya)Ilustrasi Garis Singgung Tegak Lurus Jari-Jari
Sehingga kita peroleh :
\(\Rightarrow~OP (\text{pada}~\triangle{AOP} ) = OP (\text{pada}~\triangle{QOP})\);
\(\Rightarrow~\angle OPA =\angle OPQ = 90^{\circ}\);
\(\Rightarrow~PA = PQ\);

Oleh karena itu, dapat kita simpulkan \(\triangle\)AOP kongruen (Sisi, Sudut, Sisi) dengan \(\triangle\)QOP dan akibatnya OA = OQ.

Mengingat OA adalah jari-jari lingkaran, maka Q haruslah berada di lingkaran. Hal ini kontradiksi bahwa berdasarkan definisi, garis AQ hanya menyinggung lingkaran di A dan A \(\neq\) Q.

Oleh karena itu, berdasarkan hukum kontradiksi, asumsi awal bernilai salah sehingga haruslah OA tegak lurus dengan OC. Selanjutnya gunakan analogi yang sama dan akan kita peroleh garis OA tegak lurus dengan OB.

Sifat  2

\(AC = BC\)

Supaya lebih efisien, buktinya menyesuaikan dari pembuktian teorema Dua Garis Singgung Lingkaran Sama Panjang (tersedia 3 alternatif pembuktiannya). Jadi baca sampai selesai ya ^^

Sifat 3

\(\angle ACO = \angle BCO\)

Untuk buktinya kita gunakan sifat ke-2 sehingga diperoleh :
\(\Rightarrow~AC = BC\);
\(\Rightarrow~\angle OAC =\angle OBC = 90^{\circ}\);
\(\Rightarrow~OA = OB\);

Akibatnya segitiga AOC kongruen (sisi, sudut, sisi) dengan segitiga BOC sehingga berlaku \(\angle ACO = \angle BCO\).

Sifat 4 (Tambahan)

Ilustrasi Sifat ke-4 Garis Singgung Lingkaran
Jika segitiga ABC adalah segitiga dalam lingkaran dan k adalah garis singgung lingkaran yang melalui titik A. Maka Segitiga ABC merupakan segitiga sama kaki jika dan hanya jika garis k sejajar dengan garis BC.

Keempat sifat ini berguna untuk membantu membuktikan beberapa teorema berikut :

Teorema Pitot

Ilustrasi Teorema Pitot

Teorema pitot berbunyi dalam segiempat garis singgung ABCD (lingkaran berada di dalam) berlaku persamaan AB + CD = BC + DA.

Baca lebih lanjut mengenai Teorema Pitot dan Buktinya (disertai video animasi)

Teorema Steiner

Ilustrasi Teorema Steiner

Teorema Steiner berbunyi dalam segiempat garis singgung ABCD (lingkaran di luar) berlaku :

  • Jika ABCD segiempat konveks maka AB – CD = AD – BC
  • Jika ABCD segiempat konkaf maka AB – CD = AD – BC
  • Jika ABCD Segiempat refleks maka AB – CD = BC – AD

Baca lebih lanjut mengenai Teorema Steiner yang sebelas – dua belas dengan Teorema Pitot.

Dua Garis Singgung Lingkaran Sama Panjang

Ilustrasi Dua Garis Singgung Lingkaran Sama Panjang (AP = BP)

Jika AP dan BP masing-masing merupakan garis singgung lingkaran dan berpotongan di titik P maka berlaku AP = BP. (keterangan : titik A dan B merupakan titik singgung lingkaran dan titik O adalah pusat lingkaran).

Bukti :

Menggunakan Kekongruenan Segitiga

Pertama kita tarik garis bantu OA, OB, dan PO sehingga sekarang kita punya segitiga OAP dan OBP.

Pembuktian dengan Menggunakan Kekongruenan Segitiga

Dari gambar di atas kita tahu :
\(\Rightarrow~OP~(\text{pada}~\triangle{OBP} ) = OP~(\text{pada}~\triangle{OAP})\);
\(\Rightarrow~\angle OBP =\angle OAP = 90^{\circ}\) (Sifat 1);
\(\Rightarrow~OB = OA\) (jari-jari);

Jadi berdasarkan konsep kekongruenan (sisi, sudut, sisi), dapat kita simpulkan segitiga OAP kongruen dengan segitiga OBP. Akibatnya diperoleh AP = PB.

Menggunakan Rumus Pythagoras

Dari pernyataan sebelumnya, kita tahu bahwa segitiga OAP dan OBP adalah segitiga siku-siku (\(\angle OBP =\angle OAP = 90^{\circ}\)). Sehingga berdasarkan Teorema Pythagoras berlaku :
$$\begin{aligned}AP&=\sqrt{OP^{2}-OA^{2}}\\&=\sqrt{OP^{2}-OB^{2}}\\&=PB\end{aligned}$$

(Sesuai yang diminta).

Menggunakan Teorema Reim

Kita tahu bahwa \(\angle PAO = \angle PBO = 90^{\circ}\) dan \(\angle PAO + \angle PBO = \angle APB + \angle AOB = 180^{\circ}\) (diperoleh AOBP segiempat tali busur). Sehingga berdasarkan sifat segiempat tali busur kita punya lingkaran kedua (biru) yang melewati titik A, O, B dan P. Kemudian kita misalkan k adalah garis singgung lingkaran kedua yang melewati titik P.
Ilustrasi Pembuktian Garis Singgung dengan Teorema Reim

Sekarang kita punya kondisi yang mengarah pada Teorema Reim, dimana teorema tersebut berbunyi :
Teorema Reim

Misalkan lingkaran \(\omega_{1}\) dan \(\omega_{2}\) yang saling berpotongan di titik M dan N. Garis \(l_{m}\) yang melewati titik M memotong lingkaran \(\omega_{1}\) dan \(\omega_{2}\) berturut-turut di titik \(X_{1}\) dan \(X_{2}\). Misalkan lagi \(Y_{1}\) dan \(Y_{2}\) berturut-turut adalah titik di \(\omega_{1}\) dan \(\omega_{2}\), sehingga berlaku \(X_{1}Y_{1} || X_{2}Y_{2}\) jika dan hanya jika \(Y_{1}, N\) dan \(Y_{2}\) segaris. (Baca Pembuktiannya by Cut The Knot)

Jadi dengan mengatur :

\(\omega_{1}=\) Lingkaran pertama;
\(\omega_{2}=\) Lingkaran kedua (biru);
\(Y_{1} = N = B\);
\(Y_{2} = P\);
\(X_{1} = M = A\);
\(X_{2} = P\);

Maka berdasarkan Teorema Reim diperoleh AB || k, mengingat \(X_{2}Y_{2} = PP\) adalah tali busur lingkaran \(\omega_{2}\) yang jelas sejajar dengan k. Dengan demikian berdasarkan Sifat 2 kita punya segitiga APB sama kaki dengan AP = PB.

Empat Garis Singgung Lingkaran Sama Panjang

Ilutrasi Empat Garis Singgung Lingkaran Sama Panjang

Jika kita punya :

  • Dua lingkaran (\(\omega_{1}\) dan \(\omega_{2}\)) tidak saling berpotongan dan tidak saling bersinggungan
  • \(T_{1}\) dan \(T_{2}\) merupakan garis singgung bersama (luar) pada lingkaran \(\omega_{1}\) dan \(\omega_{2}\)
  • A, A’, B, B’ yang merupakan titik singgung \(T_{1}\) dan \(T_{2}\) pada \(\omega_{1}\) dan \(\omega_{2}\)
  • \(T_{3}\) dan \(T_{4}\) yang merupakan garis singgung bersama (dalam) pada lingkaran \(\omega_{1}\) dan \(\omega_{2}\)
  • P dan P’ berturut-turut merupakan titik potong \(T_{3}\) dengan \(T_{1}\) dan \(T_{2}\)
  • Q dan Q’ berturut-turut merupakan titik potong \(T_{4}\) dengan \(T_{1}\) dan \(T_{2}\)

Maka berlaku : AA’ = BB’ = PP’ = QQ’

Pembuktian

Perpanjangan Garis Singgung Lingkaran

Berdasarkan sifat 2 kita peroleh OA’ = OB’ dan OA = OB sehingga didapat AA’ = OA’ – OA = OB’ – OB = BB’.

Misalkan :

  • C dan C’ berturut-turut adalah titik singgung \(T_{4}\) dengan \(\omega_{1}\) dan \(\omega_{2}\)
  • D dan D’ berturut-turut adalah titik singgung \(T_{3}\) dengan \(\omega_{1}\) dan \(\omega_{2}\)

Pelabelan Titik Potong Garis Singgung Lingkaran

Berdasarkan sifat 2 kita punya P’B = P’D dan P’B’ = P’D’.

Sehingga diperoleh :

$$\begin{aligned}BB’&=P’B + P’B’\\&= (P’D) + P’D’\\&=(P’D’ + DD’) +P’D’\\&=DD’ + 2P’D’\end{aligned}$$

Dengan menggunakan sifat 2 kita juga punya PA’ = PD’ dan PA = PD

Sehingga didapat :

$$\begin{aligned}AA’&=AP + PA’\\&= PD + (PD’)\\&=PD +(PD+DD’)\\&=2PD + DD’\end{aligned}$$

Mengingat AA’ = BB’ maka :

$$\begin{aligned}AA’&=BB’\\\Leftrightarrow 2PD + DD’&=DD’+2P’D’\\\Leftrightarrow PD&= P’D’\end{aligned}$$

Akibatnya :

\(PP’ = PD + DD’ + D’P’ = AA’ = BB’ \dots (i)\)

Selanjutnya kita gunakan analogi yang sama, dimana dengan menggunakan sifat 2, kita juga peroleh : Q’B = Q’C dan Q’B’ = Q’C’

$$\begin{aligned}BB’&=Q’B + Q’B’\\&= Q’C + (Q’C’)\\&=Q’C +(Q’C+CC’)\\&=CC’ + 2Q’C\end{aligned}$$

Masih menggunakan sifat 2, kita punya : AQ = QC dan QA’ = QC’

Sehingga didapat :

$$\begin{aligned}AA’&=AQ + QA’\\&= (QC) + QC’\\&=(QC’+CC’) +QC’\\&=2QC’ + CC’\end{aligned}$$

Mengingat AA’ = BB’ diperoleh :

$$\begin{aligned}AA’&=BB’\\\Leftrightarrow CC’ + 2Q’C&=2QC’+CC’\\\Leftrightarrow Q’C&= QC’\end{aligned}$$

Akibatnya :

\(QQ’ = QC’ + CC’ + Q’C = AA’ = BB’ \dots (ii)\)

Jadi dari persamaan (i) dan (ii) dapat kita tarik kesimpulan AA’ = BB’ = PP’ = QQ’.

Catatan : Teorema mengenai garis singgung lingkaran tidak terbatas pada teorema-teorema di atas. Bagi kalian yang menemukan teorema lain dapat membagikannya melalui kolom komentar di bawah. ^^

Referensi

http://jl.ayme.pagesperso-orange.fr/

Teorema Pitot dalam Garis Singgung Lingkaran

Teorema Pitot dalam Garis Singgung Lingkaran

Biografi Henri Pitot

Apakah kalian mengenal istilah tabung pitot?

Ilustrasi Tabung Pitot (Bentuk L)
ilustrasi oleh pitottubes.com

Sewaktu kita duduk di bangku SMA, dalam mata pelajaran fisika (mekanika fluida) kita dikenalkan dengan tabung pitot yang digunakan untuk melakukan pengukuran tekanan pada aliran fluida. Tabung pitot ditemukan oleh insinyur berkebangsaan Prancis, Henri Pitot pada awal abad ke 18.

Lukisan Tokoh Henri Pitot
Ilustari oleh alchetron.com

Beberapa sumber seperti Britannica dan Wikipedia mengatakan Henri Pitot lahir pada tanggal 3 Mei 1695 di Aramon, Prancis. Namun, referensi lain (artikel oleh Jean – Louis AYME, hal 13-14) yang menyatakan ia lahir pada tanggal 29 Mei 1695.

Terlepas dari hal tersebut, berikut beberapa riwayat hidupnya :

  • Pada tahun 1723, berkat pelatihan matematika dan astronomi memungkinkannya untuk menjadi asisten fisikawan Réaumur.
  • Pada tahun 1724 pitot berhasil menjadi asisten mekanik di Akademi Ilmu Pengetahuan Prancis (French Academy of Sciences).
  • Pada 1740 pitot menjadi anggota Royal Society.
  • Pada 1740 pitot diangkat sebagai kepala insinyur bagian Languedoc dan berpartisipasi dalam pemeliharaan dan konstruksi pada kanal, jembatan, dan proyek drainase.

Pada tanggal 27 Desember 1771, pitot meninggal dunia di usia 76 tahun. Semasa hidupnya ia berhasil menerbitkan beberapa memoar (artikel/jurnal) tentang geometri yang salah satunya mengenai teorema pitot.

Dinamakan teorema pitot karena pada tahun 1725 dalam memoar berjudul Propriétés élémentaires des polygones circonscrits autour du cercle karya Henri Pitot, dianggap sebagai yang pertama memperkenalkan sekaligus membuktikan teorema tersebut.

Pembahasan lebih lanjut mengenai teorema pitot kita awali dengan konsep dasar garis singgung lingkaran. Hal ini karena sifat tersebut merupakan pondasi dasar yang dapat digunakan untuk membuktikan teorema tersebut.

Sifat Dasar Garis Singgung Lingkaran

Secara sederhana, garis singgung lingkaran dapat kita artikan sebagai garis yang menyentuh lingkaran tepat di satu titik.

Ilustrasi dari Sifat-1

Jika AC dan BC masing-masing merupakan garis singgung lingkaran dan berpotongan di titik C maka berlaku hal-hal sebagai berikut.

  • Antara jari-jari OA dan garis singgung AC yang berpotongan di titik A membentuk sudut siku-siku. Demikian pula antara jari-jari OB dan garis singgung BC berpotongan di titik B membentuk sudut siku-siku.
  • AC = BC
  • \(\angle ACO = \angle BCO\)

Perhatikan bahwa jika kita tarik garis dari A ke B maka akan terbentuk segmen atau ruas AB. Pertanyaannya adalah apakah segmen AB termasuk kategori menyinggung lingkaran? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, silahkan baca : Konsep dasar Garis Singgung Lingkaran Lengkap dengan Animasi.

Segitiga Garis Singgung

Segitiga garis singgung kita definisikan sebagai segitiga yang ketiga garis sisinya menyinggung suatu lingkaran yang sama.

Segitiga Garis Singgung Lingkaran

Teorema Pitot dalam Segitiga Garis Singgung

Teorema Segitiga Garis Singgung

Teorema ini berbunyi, dalam segitiga garis singgung ABC berlaku AB + PC = AC + PB dengan P adalah titik singgung pada garis BC.

Pembuktian

Pertama kita definisikan titik Q dan R berturut-turut adalah titik singgung pada garis AC dan AB.

Pembuktian Toerema Pitot pada Segitiga Garis Singgung

Langkah selanjutnya kita gunakan sifat garis singgung sehingga diperoleh :

  • AR = AQ
  • RB = PB
  • PC = QC

Sehingga jika ketiga persamaan tersebut kita jumlahkan kita dapatkan:

(AR + RB) + PC = (AQ + QC) + PB

AB + PC = AC + PB (Terbukti)

Selain pada segitiga garis singgung, teorema pitot juga berlaku pada segiempat garis singgung. Selengkapnya sebagai berikut.

Segiempat Garis Singgung

Pertama kita identifikasi 3 macam bentuk segiempat yaitu segiempat konveks, konkaf, dan refleks.

Segiempat Konveks (Convex)

Secara sederhana. segiempat konveks adalah segiempat yang besar setiap sudutnya antara \(0^{\circ}\) hingga \(180^{\circ}\) atau dalam interval \((0^{\circ}, 180^{\circ})\)
Segiempat Garis Singgung Konveks

Segiempat Konkaf (Concave)

Berlawanan dengan segiempat konveks, segiempat konkaf mempunyai sudut yang besarnya lebih dari \(180^{\circ}\)
Segiempat Konkaf

Segiempat Refleks atau Silang (Crossed)

Jika umumnya jumlah sudut dalam segiempat berjumlah \(360^{\circ}\), maka dalam segiempat silang jumlah sudutnya kurang dari \(360^{\circ}\).
Segiempat Refleks atau Silang (Crossed)

Kemudian kita sepakati bersama, Segiempat Garis Singgung merupakan segiempat yang keempat garis sisinya menyinggung suatu lingkaran. Sehingga secara umum segiempat garis singgung lingkaran mempunyai dua macam yaitu :

Lingkaran Berada di Dalam

Segiempat Garis Singgung dengan Lingkaran Berada di Dalam

Dari gambar di atas, kenapa hanya segiempat konveks dan konkaf saja? Bagaimana dengan segiempat refleks?

Berdasarkan kesapakatan sebelumnya, bahwa keempat garis sisinya harus menyinggung suatu lingkaran yang sama. Dengan tambahan pada kasus ini lingkaran berada di dalam. Sehingga secara intuisi pada segiempat garis singgung yang refleks, terdapat sisi yang tidak menyinggung lingkaran.

Segiempat Refleks atau Silang dengan Lingkaran Berada di Dalam

Segiempat refleks pada gambar di atas mempunyai sisi (warna hitam) yang tidak menyentuh lingkaran. Sehingga pada kasus ini (lingkaran berada di dalam) segiempat refleks tidak termasuk.

Lingkaran Berada di Luar

Segiempat Garis Singgung dengan Lingkaran Berada di Luar

Setelah kita mempelajari segiempat garis singgung, mari kita cari tahu teorema apa saja yang berlaku dalam segiempat garis singgung? Apakah hanya teorema pitot?

Teorema Pitot dalam Segiempat Garis Singgung

Ilustrasi Teorema Pitot

Teorema pitot berbunyi dalam segiempat garis singgung ABCD (lingkaran berada di dalam) berlaku persamaan AB + CD = BC + DA.

Pembuktian

Dari gambar di atas, terdapat dua kasus yaitu pada segiempat konveks dan konkaf. Sehingga pembuktiannya pun kita bagi menjadi dua kasus.

  1. Kasus Segiempat Konveks
    Teorema Pitot pada Segiempat Konveks

    Untuk kasus ini, supaya lebih menarik telah disiapkan animasi pembuktiannya menggunakan Manim Engine.

    Jika ada saran mengenai video di atas, dapat dituliskan di kolom komentar di bawah. Terima kasih ^^.

  2. Kasus Segiempat Konkaf
    Teorema Pitot pada Segiempat Konkaf
    Untuk pembuktiannya, pertama kita definisikan titik P, Q, R dan S berturut-turut adalah titik singgung garis AB, CD, BC dan DA.
    Pembuktian Teorema Konkaf pada Segiempat KonkafBerdasarkan sifat garis singgung lingkaran, kita punya :

    1. AP = AS
    2. BP = BR
    3. DS = DQ
    4. CQ = CR

    Sehingga dengan melakukan manipulasi aljabar (1) + (2) + (3) – (4) kita peroleh :

    (AP + BP) + (DQ – CQ) = (AS + DS) + (BQ – CR)

    AB + CD = DA + BC (Terbukti)

Mudah bukan?

Sekarang, bagaimana jika lingkarannya berada di luar ? apakah juga berlaku teorema pitot?

Ilustrasi Teorema Steiner

Untuk mempelajarinya lebih lanjut, silahkan baca : Teorema Steiner yang Sebelas-Dua belas dengan Teorema Pitot.

Teorema Pythagoras Lengkap dengan Animasi

Ilustrasi Teorema Pythagoras

Kenapa Kita Perlu Belajar Teorema Pythagoras?

Ada sebuah cerita ketika mimin duduk dibangku sekolah. Waktu itu guru matematika memberikan tantangan kepada siswa untuk melukiskan garis lurus dengan panjang \(\sqrt{2}\) cm. Dalam melukiskannya siswa hanya boleh menggunakan penggaris yang ada ukurannya dalam satuan cm.

Menggaris Segitiga Siku-Siku

Waktu itu mimin dan teman sekelas kebingungan karena dalam penggaris hanya ada bilangan bulat sedangkan \(\sqrt{2}\) bukan bilangan bulat. Ada teman yang mencoba melukiskan garis dengan panjang 1,4 cm ( mendekati \(\sqrt{2}\) cm ). Namun guru masih belum puas dengan jawaban tersebut, karena yang diminta adalah garis dengan panjang \(\sqrt{2}\) cm.

Sampai waktu yang ditentukan telah habis. Tiba waktunya guru menjelaskan cara melukiskan garis tersebut. Berikut jawaban yang diberikan oleh guru :

Membuat Garis dengan Panjang Irasional dengan Teorema Pythagoras

Ternyata dengan teorema pythagoras, kita dapat melukiskan panjang garis dengan ukuran yang bukan bilangan bulat. Bayangkan jika konsep teorema pythagoras belum ditemukan, mungkin kemajuan infrastruktur seperti jembatan, gedung, monumen dan lainnya tidak semaju sekarang.

Oleh karena itu kita perlu mempelajarinya supaya suatu saat kita dapat mengaplikasikannya kedalam kehidupan nyata ^^.

Apa itu Teorema Pythagoras?

Dikutip dari Britannica.com, Teorema Pythagoras adalah salah satu teorema pada segitiga siku-siku yang fenomenal dan cukup terkenal. ( sekitar 570-500 SM atau 490 SM ) Teorema ini telah lama dikaitkan dengan ahli matematika sekaligus filsuf Yunani yang bernama Pythagoras.

Pythagoras Sosok Ahli Matematika dan Filsuf Yunani

Namun berdasarkan beberapa penemuan peninggalan kuno, teorema pythagoras sebenarnya jauh lebih tua. Contohnya pada penemuan empat tablet babilonia yang berisi tripel pythagoras dan diperkirakan ada pada sekitar tahun 1900-1600 SM. Untuk kelanjutan sejarahnya baca : Sejarah Teorema Pythagoras (by Britannica.com).

Supaya tidak panjang lebar mari kita langsung cari tahu konsep dari Teorema Pythagoras. Kita akan membahasnya dalam dua sudut pandang, yaitu secara geometri dan secara analitik.

Secara Geometri

Jika kita punya segitiga siku-siku ABC dengan siku-siku di titik A dan pada masing-masing sisinya dibuat persegi ke arah luar. Maka luas persegi pada sisi BC sama dengan jumlah luas persegi pada sisi AB dan CA.

Berikut ilustrasinya :

Infografis Teorema Pythagoras

Secara Analitik

Dari sudut pandang geometri di atas, dapat kita misalkan panjang sisi AB, CA dan BC berturut-turut sebesar \(a,b\) dan \(c\). Sehingga kita punya :

  • Luas persegi pada sisi \(\text{AB}\) adalah \(\text{AB}^{2}=a^{2}\)
  • Luas persegi pada sisi \(\text{CA}\) adalah \(\text{CA}^{2}=b^{2}\)
  • Dan luas persegi pada sisi \(\text{BC}\) adalah \(\text{BC}^{2}=c^{2}\)

Nah, sekarang pernyataan “jumlah luas persegi pada sisi BC sama dengan jumlah luas persegi pada sisi AB dan CA” dapat kita tuliskan :

$$\text{AB}^{2}+\text{CA}^{2}=\text{BC}^{2}$$

atau

$$a^{2}+b^{2}=c^{2}$$

Lalu apakah persamaan Teorema Pythagoras tersebut bernilai benar? Mari kita buktikan bersama.

Pembuktian Teorema Pythagoras

Misalkan kita punya segitiga siku-siku sebagai berikut :

Segitiga Siku-Siku

Kita akan membuktikan bahwa \(a^{2}+b^{2}=c^{2}\).

Step by Step :

Pertama kita duplikat segitiga siku-siku tersebut dan kita susun menjadi :

Ilustrasi Pembuktian Teorema Pythagoras

Dari gambar di atas, kita punya :

  • 4 buah segitiga siku-siku dengan luas totalnya adalah$$\begin{aligned}\text{Luas}&=4\times \text{Luas Segitiga}\\&=4\times \frac{a\times b}{2}\\&=2ab\end{aligned}$$
  • 1 buah persegi kecil (warna cokelat) dengan sisi \(c\) dan luasnya adalah$$\text{Luas}=c\times c=c^{2}$$
  • 1 buah persegi besar dengan panjang sisi \(a+b\) dan luasnya adalah$$\begin{aligned}\text{Luas} &= (a+b)(a+b)\\&=a^{2}+2ab+b^{2}\end{aligned}$$

Selain itu, pada gambar kita tahu bahwa luas persegi besar setara dengan jumlah luas persegi kecil dan 4 buah segitiga siku-siku. Sehingga dapat kita tuliskan :

$$\begin{aligned}a^{2}+2ab+b^{2}&=c^{2}+2ab\\a^{2}+b^{2}&=c^{2}\end{aligned}$$

Dan kita telah selasai membuktikannya. Berikut adalah pembuktian versi Animasi. Animasi sudah disusun sedemikian rupa supaya lebih mudah dipahami.

Bukti dengan Animasi

Video animasi berikut adalah pembuktian secara geometri dan aljabar :

Tripel Pythagoras

Sebelumnya kita perlu mengetahui apa itu tripel? Agar lebih mudah dipahami, perhatikan istilah-istilah berikut.

  • 1-tupel = single; contoh: (1), (0), (-2)
  • 2-tupel = double atau sepasang; contoh: (3,4), (\(\sqrt{2}\), -1)
  • 3-tupel = triple atau tripel; contoh : \(\left(1,2,\frac{1}{2}\right)\)
  • 4-tupel = quadruple; contoh : (1,3,2,1)
  • dan seterusnya sampai dengan n-tupel yang berisi sebanyak n elemen.

Oke, sekarang andaikan kita punya segitiga siku-siku dengan sisi-sisinya \(x,y\) dan \(z\) sebagai sisi miring. Berdasarkan Teorema Pythagoras, berlaku :

$$x^{2}+y^{2}=z^{2}$$

Hal ini jelas bahwa tripel \((x,y,z)\) adalah jawaban atau solusi dari persamaan tersebut. Contohnya (3,4,5) dan (1,2,\(\sqrt{5}\)) jika kita substitusikan akan memenuhi persamaan di atas.

Lalu yang seperti apakah tripel pythagoras itu?

Secara umum, tripel pythagoras adalah tripel \((x,y,z)\) dengan syarat tambahan \(x, y\) dan \(z\) adalah bilangan bulat positif. Contohnya (5,12,13), (7,24,25) dan (9,40,41).

Tantangan

Carilah minimal 2 tripel pythagoras yang berbeda, dengan salah satu bilangannya adalah 66.

Tulis jawabanmu di kolom komentar ya ^^

Sedangkan untuk cara mencarinya dapat dilihat pada soal ke-2 berikut.

Soal HOTS dan Pembahasan

Soal 1

Diberikan segitiga siku-siku dengan sisi-sisinya adalah \(a,b\) dan \(c\). Diketahui \(a=2mn\) dan \(b=m^{2}-n^{2}\) dengan \(m>n\) untuk sebarang bilangan bulat positif \(m\) dan \(n\).

  1. Apakah \(a,b\) dan \(c\) dapat membentuk sebuah tripel pythagoras ?
  2. Jika iya, tentukan sisi manakah yang mungkin sebagai sisi miring untuk semua kemungkinan nilai dari \(m\) dan \(n\)?
  3. Nyatakanlah \(c\) dalam variabel \(m\) dan \(n\) !

Pembahasan :

Jawaban bagian 1 adalah “Iya” jika \(c\) adalah bilangan bulat positif dan “tidak” jika \(c\) bukan bilangan bulat positif.

Kok bisa?

Ingat kembali bahwa agar \((a,b,c)\) tripel pythagoras maka \(a,b\) dan \(c\) selain sisi-sisi segitiga siku-siku juga adalah bilangan bulat positif.

Perhatikan bahwa \(m\) dan \(n\) adalah bilangan bulat positif sehingga cukup jelas bahwa \(a\) dan \(b\) juga bilangan positif (ingat penjumlahan dan perkalian bilangan bulat menghasilkan bilangan bulat pula). Jadi tripel \((a,b,c)\) dapat termasuk tripel pythagoras tergantung nilai dari \(c\).

Jawaban bagian 2 :

Pertama kita asumsikan bahwa \((a,b,c)\) adalah tripel pythagoras. Sehingga \(c\) adalah bilangan bulat positif.

Selanjutnya kita lakukan eksperimen/uji coba :

  • Jika kita pilih \(m=2\) dan \(n=1\) maka :
    $$\begin{aligned}a&=2mn\\&=2\times 2\times 1\\&=4\end{aligned}$$
    dan
    $$\begin{aligned}b&=m^{2}-n^{2}\\&=2^{2}-1^{2}\\&=4-1=3\end{aligned}$$
    sehingga diperoleh \(a>b\)
  • Di lain pihak jika \(m=5\) dan \(n=2\) maka :
    $$\begin{aligned}a&=2mn\\&=2\times 5\times 2\\&=20\end{aligned}$$
    dan
    $$\begin{aligned}b&=m^{2}-n^{2}\\&=5^{2}-2^{2}\\&=25-4=21\end{aligned}$$
    sehingga diperoleh \(b>a\)

Dari hasil eksperimen di atas, untuk sebarang nilai \(m\) dan \(n\), kita tidak dapat menyimpulkan \(a>b\) atau \(b>a\). Akibatnya sisi \(a\) dan \(b\) tidak dapat sebagai sisi miring segitiga siku-siku.

Kok bisa begitu?

Ingat sisi miring segitiga siku-siku adalah sisi terpanjang pada segitiga siku-siku. Dan pada soal diminta sisi miring yang memenuhi setiap kondisi/kemungkinan nilai dari \(m\) dan \(n\). Maka jelas \(a\) dan \(b\) tidak memenuhi kriteria itu karena ada saat dimana \(a<b\) (\(a\) bukan sisi miring) begitu pula untuk sisi \(b\) ada kondisi dimana \(b<a\).

Sehingga di antara sisi \(a,b\) dan \(c\), yang mungkin sebagai sisi miring adalah sisi \(c\).

Jawaban bagian 3 :

Dari jawaban sebelumnya didapat bahwa \(c\) adalah sisi miring, maka berdasarkan teorema pythagoras kita peroleh :

$$\begin{aligned}c^{2}&=a^{2}+b^{2}\\&=(2mn)^{2}+(m^{2}-n^{2})^{2}\\&=4m^{2}n^{2}+(m^{4}+n^{4}-2m^{2}n^{2})\\&=m^{4}+2m^{2}n^{2}+n^{4}\\&=(m^{2}+n^{2})^{2}\end{aligned}$$

yang setara dengan \(c=m^{2}+n^{2}\).

Jadi dapat kita tarik kesimpulan :

  • \((a,b,c)\) merupakan tripel pythagoras jika \(c\) bilangan bulat positif
  • Sisi yang mungkin sebagai sisi miring adalah sisi \(c\)
  • Nilai \(c\) dalam variabel \(m\) dan \(n\) adalah \(c=m^{2}+n^{2}\)

Soal 2

Carilah tripel pythagoras dengan salah satu bilangannya adalah 70.

Pembahasan :

Untuk mencarinya kita dapat menggunakan dua cara :

Cara 1 (Dengan Konsep Dilatasi/ Pembesaran/ Pengecilan)

Apa itu dilatasi?

Secara gampangnya adalah jika kita punya sebuah segitiga siku-siku maka kita dapat membuat segitiga siku-siku baru dengan memperbesar atau memperkecil ukuran segitiga siku-siku awal. Konsep ini cocok digunakan jika kita sudah menghafal beberapa tripel pythagoras.

Semisal kita hafal tripel pyhtagoras (3,4,5) bagaimana cara kita memunculkan angka 70 pada tripel yang baru?

Yap, jawabannya adalah dengan mengkalikan tripel (3,4,5) dengan 14 atau dengan kata lain ukuran segitiga awal (3,4,5) akan kita perbesar 14 kali ukuran awal.

Hal tersebut karena hanya angka 5 yang merupakan faktor dari 70 dimana \(70=5\times 14\).

Sehingga dengan mengkalikan 14 kita peroleh segitiga baru dengan tripel \((3\times 14, 4\times 14, 5\times 14)\) atau \((42,64,70)\) dan kita berhasil membuat tripel pythagoras dengan salah satu bilangannya adalah 70.

Mudah bukan ?

Jadi kunci dari cara ini adalah kita harus mengetahui tripel segitiga awal yang bilangannya adalah faktor dari 70.

Namun cara ini mempunyai kekurangan, dimana jika tripel pythagoras yang telah kita ketahui atau hafalkan ternyata masih terbatas. Contoh jika kita dimintanya bukan bilangan 70 tapi ganti dengan bilangan 2021. Oleh karena itu, kita dapat menggunakan cara lain sebagai berikut.

Cara 2 (Dengan Menggunakan Rumus)

Salah satu rumusnya adalah ada pada soal 1 dan tidak menutup kemungkinan ada rumus lain (Jika menemukannya tuliskan di kolom komentar ya, nanti kita diskusikan bersama).

Pada soal sebelumnya, jika kita punya tripel pythagoras (a,b,c) maka dapat dinyatakan dalam rumus \((2mn,m^{2}-n^{2},m^{2}+n^{2})\).

Lalu bagaimana cara kita memunculkan bilangan 70?

Kita cukup memilih diantara a, b, dan c yang nilainya kita gantikan dengan 70. Kita bebas memilihnya namun disarankan kita pilih \(a=2mn=70\).

Kenapa tidak \(b=m^{2}-n^{2}=70\) atau \(c=m^{2}+n^{2}=70\) ?

Karena kita akan mencari nilai dari \(m\) dan \(n\), sehingga untuk mempermudah mencarinya, kita cukup pilih persamaan yang paling sederhana yaitu \(a=2mn=70\).

Oke sekarang kita punya \(2mn=70\) atau \(mn=35\) dengan kata lain \(m\) dan \(n\) adalah faktor dari 35. Kita tahu bahwa faktor dari 35 diantaranya :

Faktor dari 70

  • Jika \(m=35\) dan \(n=1\) kita peroleh :
    $$\begin{aligned}b&=m^{2}-n^{2}\\&=35^{2}-1^{2}\\&=1225-1=1224\end{aligned}$$
    dan
    $$\begin{aligned}c&=m^{2}+n^{2}\\&=35^{2}+1^{2}\\&=1225+1=1226\end{aligned}$$
    sehingga diperoleh tripel pythagoras \((a,b,c)=(70,1224,1226)\)
  • Jika \(m=7\) dan \(n=5\) kita peroleh :
    $$\begin{aligned}b&=m^{2}-n^{2}\\&=7^{2}-5^{2}\\&=49-25=24\end{aligned}$$
    dan
    $$\begin{aligned}c&=m^{2}+n^{2}\\&=7^{2}+5^{2}\\&=49+25 =74\end{aligned}$$
    sehingga diperoleh tripel pythagoras \((a,b,c)=(70,24,74)\)

Dan kita telah selesai ^^.

Baca Juga : Ruang Vektor dalam Matematika

 

Konsep Himpunan – Definisi, Notasi dan Contoh

Cover Konsep Himpunan - Gambar Perbedaan Kumpulan dan Himpunan Objek

Kenapa Kita Perlu Belajar Konsep Himpunan ?

Sebenarnya konsep himpunan cukup penting dan dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Mari kita ingat kembali saat masih duduk dibangku sekolah dasar, di mana kita sedang belajar mengidentifikasi objek lingkaran. Untuk mengidentifikasi objek sebagai lingkaran, kita harus mengklasifikasikan objek tersebut ke dalam himpunan objek yang memiliki sifat karakteristik lingkaran.

Gambar Ilustrasi Baik dan Buruk Sebagai Contoh Himpunan

Selain itu, kita juga dapat memandang nilai-nilai sosial di masyarakat sebagai sifat atau karakteristik yang membedakan baik atau buruknya perilaku manusia di mata masyarakat. Hal tersebut berakibat tercipta sebuah himpunan perilaku yang baik dan buruk sesuai nilai-nilai tersebut. Jadi dengan mempelajari konsep himpunan diharapkan kita dapat memahami sifat atau karakteristik himpunan dan belajar hubungan antar himpunan.

Definisi Himpunan

Dalam perkembangannya, konsep himpunan banyak digunakan oleh matematikawan secara intuitif. Hingga pada pergantian abad ke-\(20\) ketika muncul Paradoks Russell (coming soon) yang memicu para matematikawan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai konsep himpunan. Oleh karena itu, mari kita pelajari juga konsep himpunan ini, dimulai dari definisi himpunan sebagai berikut :

Definisi (Informal) : Himpunan didefinisikan sebagai koleksi dari objek-objek pada suatu semesta pembicaraan. Objek-objek tersebut selanjutnya disebut dengan istilah anggota atau elemen dan semesta pembicaraan biasa disebut dengan himpunan semesta.

Pengertian di atas biasa digunakan di bidang naïf set theory. Sedangkan untuk pengertian formal dari himpunan dapat dipelajari di bidang axiomatic set theory. Sementara, kita gunakan definisi informal agar lebih mudah dipahami.

Baca juga : Apa itu semesta pembicaraan dalam teori himpunan ?

Notasi dalam Himpunan

Himpunan umumnya disimbolkan dengan huruf kapital besar. Kemudian dalam himpunan, kalimat “adalah elemen dari” biasa dinotasikan dengan simbol \(\in\) sedangkan kalimat “adalah bukan elemen dari” dinotasikan dengan simbol \(\notin\). Tujuan dari penotasian ini adalah supaya mempersingkat penulisan dan agar lebih mudah dilakukan analisis jika sudah kompleks pembicaraannya.

Contoh Penulisan :

\(x \in A\) (dibaca : \(x\) adalah elemen atau anggota dari himpunan \(A\))

\(y \notin A\) (dibaca : \(y\) adalah bukan elemen dari himpunan \(A\))

Himpunan Kosong

Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak mempunyai elemen atau anggota dan biasa dinotasikan dengan \(\emptyset\).

Contoh Penulisan :

\(A=\emptyset\) atau \(A=\{~\}\) (artinya \(A\) adalah himpunan kosong)

Catatan :

Perlu diketahui bahwa \(\emptyset \neq \{\emptyset\}\) sebab himpunan \(\{\emptyset\}\) tidaklah kosong melainkan mempunyai satu elemen yaitu himpunan kosong.

    Mendefinisikan Himpunan dengan Metode Tabulasi

    Ilustrasi Sederhana Metode Tabulasi

    Jika sebelumnya kita hanya menotasikan himpunan. Nah, sekarang kita akan mencoba mendefinisikan sebuah himpunan dengan Metode Tabulasi atau Listing Method. Metode ini berfungsi untuk mendefinisikan himpunan dengan mendaftar beberapa/semua elemennya.

    Contoh Penulisan :

    1. \(A=\{1,2,3,4,5,6,7,8\}\)
      Contoh diatas adalah dengan mendaftar semua elemen dari \(A\). Bagaimana jika elemennya cukup banyak namun masih terhingga? Perhatikan contoh kedua berikut.
    2. \(B = \{1,3,5,7,\dots,99\}\) atau \(B=\{99,97,95,93,\dots, 1\}\)
      Ingat, contoh ini kita gunakan jika himpunannya memiliki berhingga elemen. Bagaimana jika elemennya ada tak terhingga banyaknya? Cek contoh ketiga, keempat dan kelima.
    3. \(C = \{1,3,5,7,\dots\}\)
      Jika kita perhatikan dari contoh pertama, kedua dan ketiga, penempatan elemennya dimulai dari yang terkecil sampai terbesar. Hal ini hanya bertujuan agar kita lebih mudah melihat pola yang tersusun oleh elemen-elemen tersebut. Jadi kita boleh saja membalik urutannya seperti contoh nomor 4.
    4. \(D = \{\dots,-6,-4,-2\}\) atau \(D=\{-2,-4,-6,\dots\}\)
      Himpunan \(C\) adalah contoh himpunan yang tidak terbatas ke atas. Sedangkan himpunan \(D\) adalah contoh himpunan yang tidak terbatas ke bawah. Bagaimana jika himpunannya tidak terbatas ke atas dan ke bawah? Simak contoh berikut.
    5. \(E = \{\dots,-6, -4, -2,0,2,4,6,\dots\}\)
      Penulisan ini digunakan jika himpunannya tidak terbatas ke atas dan tidak terbatas ke bawah.

    By the way, jika kita melihat pola himpunan \(A\) sampai \(E\) maka cukup jelas untuk mengetahui bahwa :

    1. Himpunan \(A\) adalah himpunan bilangan asli yang kurang dari sama dengan \(8\).
    2. Himpunan \(B\) adalah himpunan bilangan asli ganjil yang kurang dari sama dengan \(99\).
    3. Himpunan \(C\) adalah himpunan bilangan asli ganjil.
    4. Himpunan \(D\) adalah himpunan bilangan bulat genap yang kurang dari \(0\) atau bisa juga disebut himpunan bilangan bulat genap negatif.
    5. Himpunan \(E\) adalah himpunan bilangan bulat genap.

    Kekurangan Metode Tabulasi

    Dalam menggunakan metode ini, kita diharuskan dapat mendaftar elemen sampai membentuk suatu pola tertentu. Mimin memberikan saran, jika susunan elemen mempunyai pola yang cukup unik, lebih baik kita memberikan keterangan berupa kalimat deskripsi mengenai himpunan tersebut.

    Contoh kita diminta mendefinisikan himpunan bilangan asli yang habis dibagi \(3\) atau \(5\) dengan metode tabulasi.

    Jawaban pertama : \(A=\{3,5,6,9,10,12,15,18,\dots\}\)

    Jika orang lain membacanya maka akan cukup sukar untuk melihat polanya. Sehingga lebih baik dengan memberikan deskripsi :

    Jawaban kedua : \(A=\{3,4,6,9,\dots\} \) dengan \(A\) adalah himpunan bilangan asli yang habis dibagi \(3\) atau \(5\).

    Terlihat jawaban kedua menjadi lebih panjang dan terkesan kurang efektif. Lalu, apakah ada cara yang “lebih ringkas/efektif” ? Simak metode berikut.

    Mendefinisikan Himpunan dengan Karakteristiknya (Metode Deskripsi)

    Ilustrasi Sederhana Metode Deskripsi

    Apa itu karakteristik himpunan ? Secara sederhana, karakteristik himpunan dapat disebut sebagai syarat tertentu yang melekat pada setiap objek untuk menjadi elemen dari himpunan tersebut. Contohnya jika kita punya \(A\) himpunan bilangan bulat genap, maka setiap elemen dari \(A\) harus memiliki syarat bilangan bulat dengan sifat genap.

    Dalam beberapa buku, syarat dinyatakan dalam kalimat terbuka dan dinotasikan \(P(x)\) yang kemudian dituliskan dalam kurung kurawal :

    \(X=\{x~|~P(x)\}\) atau \(X=\{x~:~P(x)\}\)

    Dibaca : \(X\) adalah himpunan semua \(x\) yang mempunyai sifat \(P\). Tanda \(|\) atau \(:\) dibaca “dimana” atau “dengan”. Contoh :

    \(\mathbb{R}= \{x~|~x~\text{adalah bilangan real}\}\)

    Dibaca : \(\mathbb{R}\) adalah himpunan semua \(x\) dimana \(x\) adalah bilangan real.

    Contoh Penulisan :

    1. \(A=\{x~|~x~\text{adalah bilangan bulat genap}\}~\text{atau}~A=\{a~|~a~\text{adalah bilangan bulat genap}\}\)
      Variabel \(x\) dapat kita ganti sesuka kita. Selain itu, kita dapat mengganti varibel \(a\) dengan definisi bilangan bulat genap sebagai berikut.
    2. \(A=\{a~|~a=2b~\text{untuk suatu bilangan bulat}~b\}~\text{atau}~A=\{a~|~a=2b~\text{dan}~b\in\mathbb{N}\}\)
      Mengingat bilangan bulat genap adalah bilangan bulat kelipat dari 2. Maka setiap bilangan bulat genap dapat ditulis \(a = 2\times b\) untuk suatu bilangan bulat \(b\). Alternatif penulisannya sebagai berikut.
    3. \(A=\{2b~|~b~\text{adalah bilangan bulat}\}~\text{atau}~A=\{2b~|~b\in\mathbb{N}\}\)
      Jika kita perhatikan pada contoh pertama di atas, himpunan semestanya adalah himpunan bilangan bulat genap. Sedangkan untuk contoh kedua dan ketiga himpunan semestanya adalah himpunan bilangan bulat.

    Pada contoh di atas simbol \(\mathbb{N}\) adalah notasi yang biasa digunakan untuk menunjukkan himpunan semua bilangan asli. Untuk contoh simbol lainnya yang sering digunakan di matematika dapat dilihat pada bagian berikut.

    Notasi Himpunan pada Sistem Bilangan

    Berikut adalah daftar notasi yang biasa digunakan untuk menyatakan himpunan pada sistem bilangan.

    • Himpunan semua Bilangan Asli dinotasikan \(\mathbb{N}\)
    • Himpunan semua Bilangan Bulat dinotasikan \(\mathbb{Z}\)
    • Himpunan semua Bilangan Rasional dinotasikan \(\mathbb{Q}\)
    • Himpunan semua Bilangan Irasional dinotasikan \(\mathbb{P}\)
    • Himpunan semua Bilangan Real dinotasikan \(\mathbb{R}\)
    • Himpunan semua Bilangan Kompleks dinotasikan \(\mathbb{C}\)

    Kesimpulan

    Pembicaraan di bidang matematika tidak pernah terlepas dari istilah himpunan. Hal ini dikarenakan pada setiap pembicaraan tersebut haruslah jelas semesta pembicaraannya. Oleh karena itu, dengan belajar notasi dan mendefinisikan himpunan, diharapkan kita dapat menuliskan dan memahami himpunan semesta pada suatu pembicaraan. Nantikan pembahasan mengenai hubungan antar himpunan (coming soon).

    Untuk selanjutnya mimin sarankan membaca : Operasi Logika Matematika dalam Kalimat Deklaratif. Karena bagus dibaca sebelum belajar hubungan antar himpunan. Oh ya, kalau kalian baca dengan teliti ada cerita asmaranya lho! see yea ^_^.

    Referensi

    • Nancy Rodgers. (2000). Learning to Reason: An Introduction to Logic, Sets, and RelationsJohn Wiley & Sons. Hlm. 213-217.

    Pengenalan Vektor dalam Matematika Lengkap dengan Gambar + Soal

    Cover Vektor Profematika

    Definisi Vektor dalam Matematika

    Vektor dalam matematika adalah sebuah objek yang mempunyai panjang (besar/nilai) dan arah. Kita dapat menggambarkannya sebagai panah atau segmen garis lurus yang terarah di \(R^{2}\) (Ruang 2 / Ruang dimensi 2) atau \(R^{3}\) (Ruang 3 / Ruang dimensi 3).

    Gambar Vektor dalam Matematika (Ruang-2)
    Ilustrasi Vektor di Ruang 2
    Ilustrasi Vektor dalam Matematika (Ruang-3)
    Ilustrasi Vektor di Ruang 3

    Pada gambar di atas arah panah menunjukan arah vektor dan panjang panah menyatakan besarnya. Ekor panah dinamakan titik awal (initial point) dan ujung panah dinamakan titik akhir (terminal point) dari vektor.

    Ilustrasi dalam Kehidupan Nyata

    Pernahkah kalian bermain layang-layang?

    Penerapan Vektor Matematika dalam Bermain Layang-Layang

    Pada saat kita bermain layang-layang, kita perhatikan posisi layang-layang saat terbang jarang sekali berada lurus tepat di atas kita, hal ini dikarenakan pengaruh vektor sehingga kita dapat melihat layang-layang dengan lebih jelas.

    Notasi Vektor (Cara Penulisannya)

    Penulisan vektor dalam matematika dapat dinyatakan dalam huruf kecil tebal misalnya a, k dan z. Namun pada kenyataanya tangan kita tidak terbiasa menulis tebal-tipis huruf sehingga akan sedikit merepotkan, sehingga ada alternatif penulisan lainnya yakni \(\vec{a}, \vec{k}\) dan \(\vec{z}\).

    Gambar Vektor a, k dan z

    Selain itu masih ada lagi, misalkan kita punya vektor \(\vec{v}\) dengan titik awalnya adalah \(A\) dan titik akhirnya adalah \(B\) maka kita dapat tuliskan :

    $$\vec{v}=\vec{AB}$$

    Catatan 1: Dua vektor atau lebih dikatakan sama jika dan hanya jika arah dan panjangnya sama. Pada gambar di atas vektor \(\vec{k}\) dan \(\vec{z}\) sama, atau \(\vec{k}=\vec{z}\) sebab memiliki arah dan panjang yang sama, walaupun letaknya berbeda.

    Operasi Vektor

    Jika sebelumnya penggambaran vektor dari sudut pandang geometri. Nah, sekarang karena pembahasannya sudah sampai operasi vektor maka kita akan coba bahas konsep vektor secara analitis. Sehingga nantinya kita juga mendapatkan konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian vektor secara analitis.

    Mari kita perhatikan vektor berikut :

    Konsep Vektor dengan Analitis

    Pada gambar di atas kita dapat menyatakan vektor \(\vec{a}=(-3, 7), \vec{k}=(5, 3)\) dan \(\vec{z}=(5, 3)\).

    Kok bisa?

    Yaps, secara analitis jika kita punya vektor \(\vec{v}\) berada pada ruang-2 (ruang dimensi 2 atau kita gunakan bidang kartesius) maka kita dapat menuliskannya :

    Analitis Vektor dalam MatematikaContohnya pada gambar di atas, vektor \(\vec{a}\) mempunyai titik awal di titik \((9, -2)\) dan titik akhir di titik \((6,5)\) sehingga berdasarkan persamaan di atas maka \(a\) dapat kita tuliskan :

    Menyatakan Vektor a Secara Analitik

    Kemudian bagaimana jika vektornya berada pada ruang-3 (ruang dimensi 3) ?

    Jangan khawatir, hal tersebut tidak jauh berbeda dengan konsep yang di ruang-2. Misalkan kita punya \(\vec{v}\) dengan

    • Titik awalKoordinat Titik Awal Vektor Pada Ruang 3
    • Titik AkhirKoordinat Titik Akhir Vektor Pada Ruang 3

    Ilustrasi :

    Ilustrasi Vektor Di Ruang 3
    Ilustrasi Vektor Di Ruang 3

    Maka dapat kita tuliskan :

    Penulisan Vektor Secara Analitis di Ruang 3

    Catatan 2 : Apabila \(\vec{v}\) adalah sebuah vektor yang titik awalnya di titik pusat koordinat (Contoh pada ruang-2 \((0,0)\)) maka \(\vec{v}\) biasa disebut sebagai vektor posisi.

    Nah, sudah ada gambaran kan? Pemahaman ini akan kita gunakan pada operasi vektor selanjutnya.

    Baca juga : Operasi Matriks dan Sifat-Sifatnya

    Penjumlahan Vektor (Hasilnya Berupa Vektor)

    Misalkan kita punya vektor \(\vec{a}\) dan \(\vec{k}\) :

     

    Gambar Vektor a dan k

    Berapa nilai dari \(\vec{k}+\vec{a}\) ?

    Secara geometri dalam penjumlahan vektor dapat dilakukan dengan cara menggeser vektor \(\vec{a}\) sehingga titik awal \(\vec{a}\) berhimpit dengan titik akhir \(\vec{k}\).Hasil penjumlahan \(\vec{k}+\vec{a}\) berupa vektor yang dinyatakan oleh panah biru dengan titik awal \(\vec{k}\) dan titik akhir akhir \(\vec{a}\).

    Contoh Penjumlahan Vektor dalam Matematika

    Selain itu, kita juga dapat menggunakan metode jajaran genjang. Yaps sesuai namanya, kita akan membentuk sebuah jajaran genjang dimulai dengan menggeser vektor \(\vec{k}\) sehingga titik awal \(\vec{k}\) berhimpit dengan titik akhir \(\vec{a}\).

    Penjumlahan Vektor dengan Metode Jajaran Genjang

    Berdasarkan gambar di atas kita peroleh sifat operasi penjumlahan vektor :

    Sifat Komutatif Penjumlahan Vektor

    Catatan 3 : Perlu diingat bahwa suatu vektor dalam matematika akan selalu sama (tidak berubah) jika arah dan panjangnya tetap, walaupun posisinya berubah.

    Kemudian secara analitis jika punya vektor \(\vec{a}=(a_{1},a_{2})\) dan \(\vec{b}=(b_{1}, b_{2})\) maka berlaku :

    Penjumlahan Vektor a dan b secara analitis

    Begitu pula jika vektor \(\vec{c}=(c_{1},c_{2},c_{3})\) dan \(\vec{d}=(d_{1},d_{2},d_{3})\) di ruang-3 maka berlaku :

    Penjumlahan Vektor c dan d secara Analitis

    Contoh 1

    Misalkan kita punya vektor \(\vec{a}\) dan \(\vec{b}\) sebagai berikut :

    Gambar Vektor a dan b pada Ruang-2

    Tentukan hasil dari \(\vec{a}+\vec{b}\)

    Penyelesaian :

    Secara geometri kita geser vektor \(\vec{b}\) sehingga titik awal vektor \(\vec{b}\) berhimpit dengan titik akhir \(\vec{a}\) dan kita peroleh :

    Penyelesaian Soal Penjumlahan Vektor Secara Geometri Matematika

    Sedangkan secara analitis maka :

    Penulisan Vektor a dan b secara Analitis

    Sehingga kita peroleh :

    Penulisan Penjumlahan Vektor a dan b secara Analitis

    Perkalian Vektor dengan Skalar (Hasilnya Berupa Vektor)

    Wah.. kok habis operasi penjumlahan vektor tidak ke operasi pengurangan vektor? Sebab operasi perkalian vektor dengan skalarlah yang nantinya mendasari operasi pengurangan vektor.

    Sebelumnya mari kita perhatikan ilustrasi berikut :

    Ilustrasi Vektor Matematika dengan Korek Api

    Mula-mula terdapat sebuah batang korek api, kemudian kita perbanyak jumlahnya menjadi 3 batang korek api dan kita susun menjadi :

    Gambar 3 Buah Batang Korek Api

    Sehingga sekarang panjangnya menjadi 3 kali panjang semula. Nah, sama halnya dengan vektor.

    Misalkan kita punya vektor \(\vec{a}\) dan skalar \(k\) maka hasil kali \(k\vec{a}\) sepanjang \(|k|\) (nilai mutlak \(k\)) dikali panjang \(\vec{a}\).

    Kenapa ada nilai mutlaknya?

    Sebab dalam konsep vektor, jika \(k\) bernilai negatif maka hasil kali \(k\vec{a}\) mempunyai arah yang berlawanan dengan \(\vec{a}\). Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :

    Ilustrasi Perkalian Vektor dengan Skalar

    Kemudian jika \(|k|<1\) maka panjang \(k\vec{a}\) lebih pendek dibanding panjang \(\vec{a}\) (disebut juga pemampatan) dan jika \(|k|>1\) maka panjang \(k\vec{a}\) lebih panjang dibanding panjang \(\vec{a}\) (disebut juga perenggangan).

    Secara analitis jika \(\vec{c}=(c_{1},c_{2})\) di ruang-2 dan \(\vec{b}=(b_{1},b_{2},b_{3})\) di ruang-3 dan \(k\) adalah sembarang skalar, maka berlaku :

    Penulisan hasil kali vektor dengan skalar pada ruang-2

    dan juga

    Penulisan hasil kali vektor dengan skalar pada ruang-3

    Contoh 2

    Misalkan vektor \(\vec{a}\) dan \(\vec{b}\) didefinisikan sebagai berikut :

    Pendifinisian Vektor a dan b pada contoh soal-2

    Tentukan hasil dari \(\vec{a}+3\vec{b}\)

    Penyelesaian :

    Secara geometri maka :

    Penjumlahan vektor a + 3b secara geometri matematika

    Kemudian kita gunakan sifat operasi penjumlahan sehingga kita peroleh :

    Penjumlahan vektor a+3b dengan metode jajaran genjang

    Mudah bukan?

    Jika menyelesaikannya secara analitis maka dapat kita tuliskan :

    Menyatakan vektor a dan b secara analitis

    Sehingga berdasarkan sifat operasi penjumlahan vektor dan perkalian vektor dengan skalar maka kita dapatkan :

    Penjumlahan vektor a+3b secara analitis

    Pengurangan Vektor (Hasilnya Berupa Vektor)

    Jika kita punya dua sembarang vektor \(\vec{a}\) dan \(\vec{b}\) maka pengurangan \(\vec{a}\) dengan \(\vec{b}\) dapat kita tuliskan :

    Operasi Pengurangan Vektor dalam Matematika

    Sehingga secara analitis kita punya :

    • Jika kedua vektor tersebut pada ruang-2 maka :

    Pengurangan Vektor a - b pada Ruang-2 secara Analitis

    • Jika kedua vektor tersebut pada ruang-3, dengan cara yang sama maka :

    Pengurangan Vektor a - b pada Ruang-3 secara Analitis

    Sengaja untuk penggambaran secara geometri tidak disertakan, sebab kita akan meninjaunya langsung pada contoh soal berikut.

    Contoh 3

    Misalkan diberikan dua buah vektor di ruang-2 yang didefinisikan sebagai berikut :

    Soal 3 Operasi Pengurangan Vektor di Ruang 2

    Tentukan hasil dari \(\vec{a}-\vec{b}\)

    Penyelesaian :

    Ingat kembali bahwa jika suatu vektor dikali dengan skalar yang bernilai negatif maka hasil perkaliannya berupa vektor yang arahnya berlawanan dengan vektor yang dikalikan.

    Penyelesaian Contoh Soal 3 Secara Geometri

    Sedangkan secara analitis kita peroleh :

    Penyelesaian Pengurangan Vektor secara Analitis-bag1

    dan juga

    Penyelesaian Pengurangan Vektor secara Analitis-bag2

    Sehingga berdasarkan sifat operasi pengurangan vektor, kita peroleh :

    Penyelesaian Pengurangan Vektor secara Analitis-bag3

    Perkalian Vektor dengan Vektor

    Operasi ini terbagai menjadi 2 bagian, pertama Perkalian Titik (dot product) dan yang kedua adalah Perkalian Proyeksi dalam Vektor (cross product).

    Kedua bagian tersebut berkaitan dengan sudut dan panjang dalam vektor, dimana yang diartikan sudut antara vektor \(\vec{a}\) dan \(\vec{b}\) adalah sudut yang dihasilkan oleh \(\vec{a}\) dan \(\vec{b}\) setelah titik awal \(\vec{a}\) dan titik awal \(\vec{b}\) diimpitkan. Sudut dapat kita tulis \(\theta\) dengan \(0\leq\theta\leq\pi\).

    Sudut Antar Vektor dalam Matematika

    Kemudian panjang vektor dalam matematika disebut juga norma (norm). Contohnya panjang vektor dari \(\vec{a}\) ditulis \(\|\vec{a}\|\).

    Jika \(\vec{a}\) berada pada ruang-2 atau \(\vec{a}=(a_{1}, a_{2})\)  maka

    Norma Vektor di Ruang 2

    Jika \(\vec{a}\) berada pada ruang-3 atau \(\vec{a}=(a_{1}, a_{2},a_{3})\)  maka

    Norma Vektor di Ruang 3

    Catatan 4 : Dalam konsep vektor terdapat vektor nol dinotasikan \(\vec{0}\) dan didefinisikan sebagai vektor yang mempunyai panjang nol (\(\|\vec{0}\|=0\)) dengan arah sembarang yang bersesuaian dengan operasi yang mengikutinya. Secara geometri vektor nol dapat digambarkan sebagai sebuah titik.

    Catatan 5 : Selain itu, terdapat vektor satuan yaitu vektor yang panjangnya 1. Pada pelajaran fisika, vektor biasa ditulis : (contoh)

    \(\vec{a}=3\hat{i}+5\hat{j}\)

    Nah, \(\hat{i}\) dan \(\hat{j}\) merupakan vektor satuan. Asalkan bukan vektor nol, kita dapat mencari vektor satuan dari sebuah vektor. Contohnya vektor \(\vec{b}\neq\vec{0}\), maka vektor satuannya yakni :

    \(\hat{b}=\frac{\vec{b}}{\|\vec{b}\|}\)

    1. Dot Product (Hasilnya Berupa Skalar)

    Jika \(\vec{a}\) dan \(\vec{b}\) berada dalam ruang-2 atau ruang-3 dan \(\theta\) adalah sudut antara keduanya, maka perkalian titik (dot product) didefinisikan sebagai berikut :

    Perkalian Titik dalam Vektor

    Contoh 5

    Tentukan hasil kali titik antara vektor \(\vec{a}=(3,0)\) dengan \(\vec{b}=(3,3\sqrt{3})\) dan sudut antara kedua vektor tersebut sebesar \(60^{\circ}\).

    Secara geometri dapat kita gambarkan :

    Penyelesaian Contoh Soal 5 Secara Geometri

    Sedangkan secara analitis :

    Penyelesaian Soal 5 dengan metode analitis

    Pada contoh di atas jika kita perhatikan bahwa dalam menghitung perkalian titik masih terikat dengan sudut antar dua vektor yang diketahui. Bayangkan jika yang diketahui hanya posisi vektornya saja, maka kita harus cari sudutnya terlebih dahulu.

    Nah, untuk mengatasi permasalahan ini mari kita cari bentuk lain dari perkalian titik yang lebih mudah perhitungannya.

    Perhatikan gambar berikut :

    Aturan Sinus dalam Perkalian Titik Secara Geometri

    Berdasarkan aturan cosinus didapat :

    Perkalian Titik dalam Vektor dengan Aturan Cosinus Bagian 1Dengan mensubtitusikan

    Perkalian Titik dalam Vektor dengan Aturan Cosinus Bagian 2

    Maka akan kita peroleh bentuk lain dari perkalian titik :

    Perkalian Titik dalam Vektor dengan Aturan Cosinus Bagian 3

    Untuk kasus di ruang 3 dengan cara serupa kita dapatkan :

    Perkalian Titik dalam Vektor dengan Aturan Cosinus Bagian 4

    Dengan rumus ini dalam menghitung perkalian titik tidak perlu mencari sudut terlebih dahulu.

    Sebagai latihan, coba selesaikan contoh soal ke-5 dengan metode di atas.

    Sifar-Sifat Hasil Kali Titik (Dot Product)

    Sifat Ke-1 Perkalian Titik

    Sifat Ke-2 Perkalian Titik

    Sifat ke-3 Perkalian Titik

    \(4.\) Jika vektor \(\vec{a}\neq\vec{0}\) dan \(\vec{b}\neq\vec{0}\) dan sudut antara kedua vektor tersebut adalah \(\theta\) maka berlaku :

    • \(\theta\) adalah sudut lancip jika dan hanya jika \(\vec{a}\cdot\vec{b}>0\)
    • \(\theta\) adalah sudut tumpul jika dan hanya jika \(\vec{a}\cdot\vec{b}<0\)
    • \(\theta\) adalah sudut siku-siku jika dan hanya jika \(\vec{a}\cdot\vec{b}=0\)

    Sifat ke-5 Perkalian Titik (Bersifat asosiatif)

    Sifat Ke-6 Perkalian Titik (Bersifat distributif)

    Sifat Ke-7 Perkalian Titik untuk sembarang skalar \(k\).

    Sifat Ke-8 Perkalian Titik didasari Pertidaksamaan Cauchy-Schwarz.

    Proyeksi Vektor

    Menentukkan proyeksi vektor dalam matematika dibutuhkan konsep perkalian titik untuk menguraikan vektor (Dekomposisi Vektor) \(\vec{b}\) menjadi dua vektor dengan ketentuan satu vektor sejajar dengan \(\vec{a}\neq\vec{0}\) yakni vektor \(\vec{c_{1}}\) sedangkan vektor yang lainnya yakni \(\vec{c_{2}}\) tegak lurus dengan \(\vec{a}\).

    Proyeksi Vektor Pada Ruang 2

    Dari gambar di atas kita peroleh hubungan :

    Hubungan Komponen Proyeksi Vektor

    Vektor \(\vec{c_{1}}\) disebut proyeksi ortogonal \(\vec{b}\) pada \(\vec{a}\) dan beberapa sumber referensi menuliskannya sebagai :

    Proyeksi Ortogonal dalam Vektor

    Sedangkan vektor \(\vec{c_{2}}\) disebut juga komponen vektor \(\vec{b}\) yang ortogonal (tegak lurus) terhadap \(\vec{a}\).

    Komponen Vektor yang Ortogonal

    Contoh 6

    Jika diketahui vektor \(\vec{c}=(-2,2,4)\) dan \(\vec{d}=(-2,-2,2)\), tentukan komponen vektor \(\vec{c}\) yang sejajar dengan \(\vec{d}\) dan tentukan komponen \(\vec{c}\) yang tegak lurus dengan \(\vec{d}\).

    Penyelesaian :

    Misalkan \(c_{1}\) adalah komponen vektor yang sejajar dengan \(\vec{d}\) dan \(\vec{c_{2}}\) adalah komponen vektor yang tegak lurus dengan \(\vec{d}\), maka kita peroleh hubungan :

    \(\vec{c}=\vec{c_{1}}+\vec{c_{2}}\)

    dimana

    Mencari Komponen Proyeksi Vektor Secara Analitis

    dan

    Mencari Komponen Vektor yang Ortogonal Secara Analitis

    Catatan 6 : Dalam konsep proyeksi vektor di atas, vektor satuan dari \(\vec{c_{1}}\) dinotasikan \(\hat{c_{1}}\) sama dengan vektor satuan dari \(\vec{b}\) dinotasikan \(\hat{b}\).

    2. Cross Product (Hasilnya Berupa Vektor)

    Akhirnya kita sudah sampai pada bagian akhir dari pembahasan kali ini, dimana pada operasi perkalian silang (cross product) mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam geometri, fisika (momen gaya/torsi) dan ilmu-ilmu teknik.

    Perkalian silang dua vektor \(\vec{a}=(a_{1},a_{2},a_{3})\) dan \(\vec{b}=(b_{1},b_{2},b_{3})\) dalam ruang-3 dinotasikan \(\vec{a}\times\vec{b}\) dan didefinisikan :

    Perkalian Silang Vektor (Cross Product)

    jika dinyatakan dalam bentuk determinan :

    Perkalian Silang Vektor (Cross Product) secara Determinan Matriks

    Baca Juga : 10 Sifat Determinan beserta Contoh Soal

    Operasi ini sangat berguna jika kita diminta mencari sebuah vektor yang tegak lurus pada dua buah vektor yang lain dalam ruang-3. Contohnya pada persamaan di atas, hasil kali perkalian silang \(\vec{a}\times\vec{b}\) adalah vektor yang tegak lurus dengan \(\vec{a}\) dan \(\vec{b}\).

    Ilustrasi Perkalian Silang dalam Vektor (Cross Product)

    Contoh 7

    Misalkan \(\vec{a}=(1,2,3),~\vec{b}=(3,2,1)\) maka tentukan hasil dari \(\vec{a}\times\vec{b}\).

    Penyelesaian :

    Cara pertama (menggunakan persamaan pertama)

    Penyelesaian Contoh Soal Cross Product (Hasil Kali Silang) Bagian1

    Cara kedua dengan menggunakan konsep determinan matriks :

    Penyelesaian Contoh Soal Cross Product dengan Determinan

    Sifat-Sifat Cross Product

    Sifat ke-1 Perkalian SIlang (Tidak komutatif)

    Sifat ke-2 Perkalian SIlang

    Sifat ke-3 Perkalian SIlang

    Sifat ke-4 Perkalian SIlang

    Sifat ke-5 Perkalian SIlang

    Sifat ke-6 Perkalian SIlang (Bersifat distributif)

    Sifat ke-7 Perkalian SIlang (Bersifat distributif)

    Sifat ke-8 Perkalian SIlang (Bersifat asosiatif, dengan sembarang skalar \(k\))

    Sifat ke-9 Perkalian SIlang (Identitas Lagrange)

    Sifat ke-10 Perkalian SIlang (Penjabaran dari Identitas Lagrange)

    Catatan 7 : Pada sifat ke-10 di atas, nilai dari \(\|\vec{a}\times\vec{b}\|\) sama dengan luas jajaran genjang yang dibentuk oleh \(\vec{a}\) dan \(\vec{b}\).

    Menghitung Luas Jajaran Genjang dengan Vektor

    Selanjutnya direkomendasikan membaca materi lanjutan mengenai Vektor di Ruang-n Euclides (Ruang berdimensi n).

    Sistem Persamaan Linear Secara Umum

    Sistem Persamaan Linear Secara Umum (Cover)

    Bentuk Umum Persamaan Linear

    Persamaan linear pada umumnya terdapat peubah (variabel) dan konstanta yang ditulis dengan huruf kecil. Contohnya yaitu sebuah garis didalam bidang kartesius atau bidang \(xy\) secara persaman aljabar dapat dituliskan sebagai berikut.

    $$ax+by=c~\text{atau}~y=mx+c$$

    Persamaan tersebut termasuk persamaan linear dua variabel dengan \(a,b,c~\text{dan}~m~\text{(gradien)}\) merupakan suatu konstanta sedangkan \(x,y\) berperan sebagai peubah atau variabel.

    Secara umum persamaan linear dengan \(n\) variabel dapat ditulis :

    $$a_{1}x_{1}+a_{2}x_{2}+\dots+a_{n}x_{n}=b$$

    Dengan \(x_{i}~\text{dan}~a_{i},b\) berturut-turut menyatakan variabel dan konstanta (riil), untuk setiap \(i=\{1,2,3,\dots,n\}\).

    Perlu diperhatikan bahwa didalam persamaan linear tidak melibatkan hasil kali atau akar dari variabel. Dalam hal ini variabel tidak dapat berupa fungsi trigonometri, fungsi logaritma, atau fungsi eksponensial.

    Contoh :

    Didefinisikan 6 persamaan aljabar sebagai berikut.

    • \(3(x+y) -\sqrt{2}z = 5\log{2} +\sin{15}\)
      Persamaan ini termasuk persamaan linear sebab tidak mengandung hasil kali atau akar dari variabel dan tidak mengandung variabel pada fungsi (logaritma, trigonometri atau eksponensial).
    • \(5(x+1)(y+1)=7\)
      Bukan persamaan linear sebab bila kita uraikan lagi diperoleh \(5x+5xy+5y=7\), sehingga didapat hasil kali variabel yakni \(xy\)
    • \(3\sqrt{x}+2=\sqrt{y-z}\)
      Bukan persamaan linear sebab pada persamaan tersebut terdapat akar dari variabel yaitu \(\sqrt{x}\) dan \(\sqrt{y-z}\).
    • \(3\log_{2}{x_{1}} +2=\ln{x_{2}}\)
      Bukan persamaan linear sebab mengandung variabel pada fungsi logaritma yaitu \(\log_{2}{x_{1}}\) dan \(\ln{x_{2}}\), mengingat \(\ln{x_{2}}=\log_{e}{x_{2}}\).
    • \(\sin{(x_{1})}+\cos{(2x_{2})}+\tan{(3x_{3})}=1\)
      Bukan persamaan linear sebab jelas bahwa mengandung variabel pada fungsi trigonometri yaitu \(\sin{(x_{1})}~,~\cos{(2x_{2})}~\text{dan}~\tan{(3x_{3})}\)
    • \((x+y)^2=2^z\)
      Persamaan ini juga bukan persamaan linear sebab bila diuraikan akan diperoleh \(x^2 + 2xy+y^2=2^z\), dari persamaan jelas terdapat variabel pada fungsi eksponensial yaitu \(x^2, y^2 ~\text{dan}~ 2^z\).

    Setelah berhasil membedakan persamaan linear dengan persamaan aljabar lainnya, selanjutnya kita akan membahas mengenai pemecahan(solusi) dari persamaan linear dan sistem persamaan linear.

    Pemecahan Persamaan Linear

    Penting diketahui pemecahan, penyelesaian atau solusi dari sebuah persamaan linear \(a_{1}x_{1}+a_{2}x_{2}+\dots+a_{n}x_{n}=b\) adalah urutan dari \(n\) bilangan \(k_{1},k_{2},\dots,k_{n}\). Sehingga persamaan linear tersebut dapat dipenuhi bila kita mensubtitusikan \( x_{1} =k_{1},x_{2}=k_{2},\dots,x_{n}=k_{n}\). Himpunan dengan anggota \( k_{1},k_{2},\dots,k_{n}\) biasa disebut dengan himpunan penyelesaian dari persamaan linear tersebut.

    Contoh :

    Diberikan persamaan linear sebagai berikut.

    $$-3x_{1} + 4x_{2} = 5$$

    Tentukan himpunan penyelesaiannya.

    Penyelesaian :

    Pada persamaan tersebut, misalkan terdapat sembarang bilangan \(k_{1}\) dengan \(x_{1}=k_{1}\) sehingga dengan sedikit manipulasi aljabar, diperoleh :

    $$-3k_{1}+4x_{2}=5$$

    $$\Leftrightarrow~4x_{2}=5+3k_{1}$$

    $$\Leftrightarrow~x_{2}=\frac{5}{4}+\frac{3}{4}k_{1}$$

    Rumus  \(x_{1}=k_{1}\) dan \(x_{2}=\frac{5}{4}+\frac{3}{4}k_{1}\) merupakan gambaran himpunan penyelesaian(solusi) didalam parameter \(k_{1}\). Sedangkan solusi dari persamaan linear tersebut dapat dicari dengan mensubstitusikan bilangan-bilangan ke variabel \(k_{1}\). Contoh jika \(k_{1}=1\) maka menghasilkan solusi \(x_{1} = k_{1} =1\) dan

    $$x_{2}=\frac{5}{4}+\frac{3}{4}k_{1}$$

    $$\Leftrightarrow~x_{2}=\frac{5}{4}+\frac{3}{4}(1)$$

    $$\Leftrightarrow~x_{2}=\frac{8}{4}=2$$

    Seandainya penetapan awal dilakukan pada variabel \(x_{2}=k_{2}\), maka dengan cara yang sama akan didapat rumus : \(x_{1}=-\frac{5}{3} +\frac{4}{3}k_{2}\) untuk sebarang bilangan \(k_{2}\). Walaupun rumus pertama dan kedua berbeda namun tetap memiliki himpunan penyelesaian yang sama dengan syarat nilai dari \(k_{1}\) dan \(k_{2}\) disesuaikan. Contoh : pada rumus pertama jika \(k_{1}=1\) didapat solusi \(x_{1}=1\) dan \(x_{2}=2\) sedangkan pada rumus kedua akan mendapatkan hasil yang sama yakni \(x_{1}=1\) dan \(x_{2}=2\) jika dan hanya jika \(k_{2}=2\).

    Berdasarkan pernyataan diatas, jelas bahwa nilai \(k_{i}, \forall ~i=\{1,2\}\) memiliki banyak kemungkinan, akibatnya  persamaan linear tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya penyelesaian(solusi). Sedangkan himpunan penyelesaiannya dapat ditulis sebagai berikut.

    $$HP=\{(x_{1},x_{2})\mid x_{1}=-\frac{5}{3} +\frac{4}{3}k_{2} \wedge x_{2}=k_{2}~,~\forall~\text{sebarang bilangan}~ k_{2}\}$$

    atau

    $$HP=\{(x_{1},x_{2})\mid x_{1}=k_{1}\wedge x_{2}=\frac{5}{4}+\frac{3k_{1}}{4}~,~\forall ~\text{sebarang bilangan}~k_{1}\}$$

    atau

    $$HP=\{(x_{1},x_{2})\mid x_{2}=\frac{5}{4}+\frac{3x_{1}}{4}~,~\forall~\text{sebarang bilangan}~ x_{1}\}$$

    Bentuk Umum Sistem Persamaan Linear

    Definisi (Schaum’s, 2006) : Sistem persamaan linear adalah sekumpulan persamaan linear yang terdiri dari \(m\) persamaan linear \(L_{1},L_{2},\dots,L_{m},\) dengan \(n\) variabel yang tidak diketahui \(x_{1},x_{2},\dots,x_{n}\), dapat disusun dalam bentuk sebagai berikut:

    $$a_{11}x_{1}+a_{12}x_{2}+\dots+a_{1n}x_{n} =b_{1}$$
    $$a_{21}x_{1}+a_{22}x_{2}+\dots+a_{2n}x_{n} =b_{2}$$

    $$\vdots$$

    $$a_{m1}x_{1}+a_{m2}x_{2}+\dots+a_{mn}x_{n} =b_{m}$$

    dengan \(a_{ij}\) adalah koefisien dari variabel yang tidak diketahui \(x_{j}\) pada persamaan \(L_{i}\), dan bilangan \(b_{i}\) adalah kosntanta dari \(L_{i}\) untuk setiap \(i=\{1,2,\dots,m\}\) dan \(j=\{1,2,3,\dots,n\}\).

    Pemecahan Sistem Persamaan Linear

    Pemecahan atau solusi pada sebuah sistem persamaan linear adalah urutan dari bilangan \(k_{1},k_{2},\dots,k_{n}\) dengan \(x_{1} =k_{1},x_{2}=k_{2},\dots,x_{n}=k_{n}\). Himpunan \(\{k_{i}\}\) dengan \(i=\{1,2,\dots,n\}\) merupakan pemecahan atau solusi untuk setiap persamaan di dalam sistem tersebut.

    Kemudian pada sebuah sistem persamaan linear dikatakan tidak konsisten jika sistem persamaan linear tersebut tidak mempunyai solusi. Sebaliknya, jika sistem persamaan linear tersebut mempunyai solusi (tunggal atau banyak) maka sistem persamaan linear tersebut dikatakan konsisten.

    Contoh :

    Tentukan pemecahan (solusi) dari masing-masing sistem persamaan linear berikut.

    \(g_{1}~:~-x+y=3\)
    \(g_{2}~:~4x+y=8\)

    \(g_{1}~:~2x+3y=6\)
    \(g_{2}~:~4x+6y=24\)

    \(g_{1}~:~-x+2y=4\)
    \(g_{2}~:~-2x+4y=8\)

    Penyelesaian :

    Grafik persamaan-persamaan pada soal berupa garis-garis pada bidang \(xy\) atau bidang kartesius. Pada bidang kartesius sebuah titik \((x,y)\) dikatakan terletak pada sebuah garis jika dan hanya jika bilangan-bilangan \(x\) dan \(y\) memenuhi persamaan garis tersebut, akibatnya pemecahan atau solusi dari sistem persamaan pada soal akan berada pada perpotongan dari garis \(g_{1}\) dan garis \(g_{2}\).

    Misalkan pada sistem persamaan linear ke-1, garis \(g_{1}\) diberi warna merah dan garis \(g_{2}\) diberi warna biru. Berikut grafik garis \(g_{1}\) dan \(g_{2}\) pada bidang kartesius.

    \(g_{1}~:~\color{red}{-x+y=3}\)
    \(g_{2}~:~\color{blue}{4x+y=8}\)

    Gambar perpotongan garis g1 dan g2 pada bidang kartesius

    Grafik tersebut menunjukan bahwa himpunan penyelesaian (solusi) dari sistem persamaan linear tersebut adalah titik potong antara \(g_{1}\) dan \(g_{2}\) yaitu titik \((1,4)\). Dengan kata lain solusinya adalah tunggal yaitu \(x=1\) dan \(y=4\) dan sistem persamaan liniernya konsisten.

    Dengan cara yang sama, pada sistem persamaan linear ke-2 diperoleh :

    \(g_{1}~:~\color{red}{2x+3y=6}\)
    \(g_{2}~:~\color{blue}{4x+6y=24}\)

    Grafik grafik g1 dan g2 yang sejajar

    Grafik tersebut menunjukkan bahwa kedua garis sejajar sehingga tidak ada titik perpotongan. Dengan kata lain tidak mempunyai solusi dan disimpulkan sistem persamaan linearnya tidak konsisten.

    Masih dengan cara yang sama untuk sistem persamaan linear ke-3.

    \(g_{1}~:~-x+2y=4\)
    \(g_{2}~:~\color{yellow}{-2x+4y=8}\)

    Gambar garis g1 dan g2 yang berhimpit

    Grafik diatas menunjukkan bahwa \(g_{1}\) dan \(g_{2}\) saling berhimpit, terlihat seperti satu garis saja. Akibatnya himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear tersebut yaitu semua titik yang terletak disepanjang garis tersebut, contohnya titik \((0,2)\) dan \((-4,0)\). Sehingga solusi dari sistem persamaan linear tersebut tak terhingga banyaknya. Sistem persamaan linearnya konsisten dan himpunan penyelesaiannya yaitu :

    $$HP=\{(x,y)\mid x=4-2y , \forall~x,y\in\mathbb{R}\}$$

    Disarankan selanjutnya membaca : Sistem Persamaan Linear Homogen